Kamis, 28 Juni 2012

Aku dan Laki-Laki Miskin


Esai R Giryadi

Mesin ketik tua, peninggalan bapak tak segera aku jamah. Padahal kepala ini seperti sudah mau meledak, menumpahkan segala imajinasi yang menyodok-nyodok ubun-ubun. Tetapi tangan ini seperti kelu, ketika hendak memukul tut-tut mesin ketik. Sampai beberapa menit kemudian aku tak beranjak dari tempat duduk.
Di mataku berkelebat, laki-laki tua dengan sorot mata tanpa daya hidup. Di punggungnya seperti memanggul beban berat yang harus diangkatnya ke puncak gunung. Tetapi batu itu menggelundung begitu saja. Dan laki-laki itu kembali memanggulnya ke puncak gunung. Padahal, masih ada empat batu yang belum diangkatnya?
Aku menghela napas. Sampai sedetik, dua detik, tiga detik, bahkan satu jam. Tak satu katapun berkelebat dibenakku. Aku pejamkan mata. Aku seruput kopi pahit. Aku hisap racun tembakau. Aku menyembah Dewa Ide. “Emangnya gue pikirin,” kata Dewa Ide, mendengar jeritan hatiku.
”Buset, aku ketahuan!” keluhku pada teman yang tiba-tiba hadir disampingku.
”Kalau otak lagi kosong mlompong, jangan paksa menulis,” sergah temanku yang bertubuh kurus. (Mungkin lebih kurus dari aku).

Rabu, 27 Juni 2012

Drama Pendek Pembunuhan Godot*


Cerpen R Giryadi

Kabar datangnya seorang yang akan memenggal kepalaku, sebenarnya sudah aku dengar lama. Tetapi, sebagaimana biasa, kabar itu pasang surut, tidak jelas kebenarannya.
Terkadang kabar itu begitu santer terdengar. Tapi juga terkadang menghilang begitu saja.
Meski kabar kedatangannya semakin surut, aku tetap waspada. Seseorang yang berhati jahat, punya sejuta jalan untuk membunuh musuhnya. Dan hari-hariku, seperti berjalan di labirin yang penuh dengan jebakan.
“Inilah bagian perjalanan hidupku yang menegangkan,” kataku pada seorang teman yang matanya agak juling.
“Apa kamu butuh bantuan?” katanya tak menyakinkan. Aku geleng kepala. Karena bisa jadi ini bagian dari jebakan.
Sejak muncul kabar itu, aku menjadi manusia perasa dan menyendiri. Tak ada suasana yang menentramkanku. Seperti dalam labirin, setiap tikungan, perempatan, pertigaan adalah pertanyaan dan kecurigaan. Untuk menentramkan batin, aku sengkelit belati di pinggang.

Selasa, 26 Juni 2012

Tiga Cerpenis Jawa Timur


Esai Beni Setia
(horisononline.co.id, 12 Mei 2012)

YANG dimaksudkan dengan tiga cerpenis Jawa Timur dalam tulisan ini adalah: Fahrudin Nasrulloh, yang termanifestasikan dengan kumpulan cerpen, Syekh Bajirun dan Rajah Anjing, (Pustaka Pujangga, Lamongan Februari 2011); dan Mardi Luhung dengan kumpulan cerpen, Saya Jatuh Cinta Lagi pada Istriku (komodo books, Depok Februari 2011); serta R. Giryadi dengan kumpulan cerpennya, Dongeng Negeri Lumut (Satukata, Sidoarjo Januari 2011). Dua bulan di awal 2011, tiga kumpulan cerpen dari tiga cerpenis yang mempunyai latar belakang berbeda, dan bagaimana perbedaan latar belakang itu menentukan corak ekspresi ber-“cerpen” mereka.
Fahrudin Nasrulloh lahir di Jombang, 16 Agustus 1976. Selepas dari nyantri di Pesantren Denanyar, Jombang (1995), berkuliah di Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum Fakultas Syariah di IAIN Sunan KalijagaYogyakarta (2002) sambil nyantri di Pesantren Salafiyyah Al-Musin, Nglaren, Yogyakarta (2005).

Senin, 25 Juni 2012

Puisi tentang hujan


Puisi R Giryadi

Mendung Bulan Juni
aku mengerti, kau akan kembali
pada laki-laki yang memanggul mendung
menebar hujan
menebar halilintar

kau menunggu pada jendela
yang tak utuh lagi kacanya
kau dengar teriakan anak-anak
tapi hatimu menunggu

puisi itu memberimu kabar
dia telah pergi
meninggalkan secangkir kopi
dan seseduh luka

dia menuliskan pesan
dekat wajahmu yang lebam
secarik kertas lusuh
bertuliskan: *****

aku mengerti, kau akan kembali
pada laki-laki
pada mendung
pada hujan yang memberimu benih harapan

Sidoarjo, 2012